after Rudi___Jendela Apresiasi___

Salam Hangat..., Di Blog Saya ( RUDI )

|| Muka Depan || Tentang Rudi || Hubungi Rudi ||

Wednesday, February 20, 2008

Mengejar Mimpi

Suatu Saat ku rangkai mimpi...
Dengan cita-cita yang terus kuhampiri
Kadang kosong...
Tak pernah kumengerti
Hampa...
Bagai tak bernyawa
Berliku jalan yang kulalui
Tak kunjung henti...
Tanpa pernah terasa ku akhiri
Bagai mimpi yang tak kan pernah terbeli
Kosong...
Tak berarti
Ku hanya hamba yang tak peduli
Rabbi...
Ku mohon kekuatan diri
Agar kugapai ridho-Mu
Walau tertatih ku berlari
Sesaat ku terdiam...
Mencoba tuk memahami


Jakarta, Juli 2007

Saturday, June 09, 2007

HEBATNYA BANGSA INDONESIA



Anda orang Indonesia ?
Masih tinggal di Indonesia ?
Di Jakarta?
Ke kantor naik bis umpel-umpelan?
Lalu lintas macet?
Pernah Naik kereta super ekonomi ke Yogya orsurabaya ?
Pernah kebajiran?
Pernah dipalakin di bus sama gerombolan preman?


Ok, sekarang saya serius.

Kalau Ada yang bertanya: apa sih yang bisa dibanggakan for being
Indonesian? Maka jawaban saya adalah : Kita.

Kita harus bangga karena kita orang Indonesia Bisa dan Biasa hidup
susah!!! Becanda lagi nih?
Nggak, saya Serius!! Saya nggak boong.
Kalau saya boong biarkan Tuhan memberikan cobaan yang berat pada saya
(red : katanya harta yang berlimpah merupakan cobaan yang
berat)Kemampuan
untuk hidup susah (saya sebut aja "survival ability" ya) tidak dimiliki
orang-orang yang lama hidup di negara-negara mapan.
Boss saya (orang India) pernah cerita: suatu ketika teman-nya-sebut
saja Sarukh dan keluarganya -pamit pada boss saya pulang ke negara
asalnya ?
India yang murah meriah untuk menikmati pensiun dini, setelah 15 tahun
kerja di Singapore .
Eeeeeee? ... belum satu tahun pamitan pulang ke India ? si Sarukh sudah
balik lagi ke Singapore , dan kali ini minta bantuan Boss saya untuk
dicariin kerjaan lagi di Singapore.

What happened? Tanya boss saya.
Sarukh bercerita, setelah pulang ke India , anak remajanya yang
dibesarkan di Singapore menjadi rada-rada stress dan menjadi pasien
tetap psikiater di sana. Selidik-punya selidik agaknya hal itu
disebabkan karena Anaknya Sarukh tidak bisa menyesuaikan diri terhadap
perubahan lingkungan dari kondisi yang sangat mapan ( Singapore) ke
kondisi yang sebaliknya (India ).
Jadi, dalam hal ini, anak si Sarukh yang sudah biasa hidup dalam
kemapanan tidak punya "kemampuan bertahan waras" untuk hidup di negara
yang belum mapan. Demi kebaikan anaknya, akhirnya si Sarukh memutuskan
menunda pensiun dini-nya dan kembali kerja di Singapore .
Kalau kita-kita yang sudah biasa hidup susah di Jakarta , pindah or
berkunjung ke India sih nggak ada masalah.
Saya jadi ingat, 2 tahun lalu ketika saya dan rekan-2 kerja saya
berkunjung ke India, boss saya wanti-wanti untuk : bawa obat sakit
perut, dan selama di India hanya minum-minuman dari botol/kaleng.
Kalau ke restoran local jangan sekali-kali minum air putih yang
disediakan dari dari Teko/ceret di restoran tersbut, karena Kebersihan
Airnya tidak terjamin, dan biasanya perut orang asing tidak siap untuk
itu; begitu nasehat boss saya.
Pada waktu itu satu rombongan yang berangkat ke India terdiri dari 5
orang. Satu orang Jepang ? dari Jepang, dua orang Singapore dan dua
orang Indonesia (termasuk saya baru sebulan kerja di Singapore ). Dalam
2 minggu kunjungan ke India , kolega dari Singapore dan Jepang langsung
menderita diare di Minggu pertama ke India , ? diselidiki, kemungkinan
penyebabnya adalah mereka pernah memesan kopi atau teh di restoran
local pada saat makan siang (yang tentunya tidak dari botol), Sementara
si orang Jepang, walaupun secara ketat dia hanya minum-minuman botol
atau kaleng selama makan di restoran-restoran lokal, terkena diare
diduga karena si orang jepang ini menggunakan air keran dari hotel
untuk berkumur-kumur selama sikat gigi.
Sedangkan saya dan satu orang rekan lagi dari Indonesia , sehat
walafiat tidak menderita suatu apapun selama di sana (mungkin karena di
Indoneisa, sudah terbiasa jajan es dipinggir jalan yang mungkin airnya
tidak lebih bersih dari air di restoran-restoran India)

What is the moral of the story?
Kita harus bangga karena Kita bisa lebih baik dari orang Jepang dan
Singapore!!! ! (at least, dalam hal ketahanan perut).
Cerita lainnya lagi, bulan lalu saya di kirim kantor (yang base-nya di
Singapore) untuk mengikuti sebuah workshop di Rio de Janeiro Brazil
Total waktu trempuh saya dari Singapore ke hotel saya di Rio de Janeiro
Brazil adalah 36 jam (termasuk 5 jam transit di Eropa). Sebenarnya,
dari Singapore ke Brazil , jalur yang paling umum dan cepat adalah ke
arah Timur, transit di Amerika, terus ke Brazil .
Dengan jalur ini saya perkirakan, dalam 26-30 Jam saya sudah bisa
mencapai Brazil.
Cuma, karena saya orang Indonesia , untuk transit di Amerika pun saya
butuh apply VISA Amerika, yang mana proses aplikasi visa tersebut
memerlukan waktu sedikitnya 2 minggu. Padahal, saya tidak punya waktu
sebanyak itu. Alhasil, yah begitulah, saya harus memilih rute yang
sebelaliknya, mengeliling belahan bumi bagian barat, transit di
Amsterdam , dengan waktu tempuhnya 6- 10 jam lebih lama. Jadinya, cukup
melelahkan, tapi nggak apa-apa, namanya juga orang Indonesia, harus
terbiasa dengan hal-hal yang susah-susah.

Saya sampai di hotel di Rio, hari minggu jam 11 Malam.
Dan keesokan paginya saya langsung mengikuti workshop di sana. Walaupun
masih terasa lelah, saya tetap berusaha untuk terlibat aktif dalam
workshop pagi itu, dengan mengajukan pertanyaan atau memberi masukan
atas pertanyaan peserta lainnya.

Pada saat istirahat, saya sempat berbincang-bincang dengan
kolega-kolega dari Jerman peserta workshop itu. Beberapa dari
mereka mengeluh kecapaian dan menderita "jet lag", karena mereka
telah menempuh 12 jam perjalanan dari Jerman, dan baru saja tiba di
Brazil hari minggu siang, sehingga belum cukup waktu istirahat untuk
adaptasi Jet lag, begitu keluh mereka.

Lalu, saya berkata pada mereka, bahwa sebenarnya mereka lebih beruntung
dari saya, karena saya harus menempuh 36 jam perjalanan dari Singapore,
dan baru tiba di hotel pukul sebelas malem, kurang dari 12 jam sebelum
workshop dimulai. Mereka tertegun, salah seorang dari mereka bertanya
pada saya: "Tapi kamu naik pesawat, di kelas Bisnis khan?"

"Tidak, jatah saya Cuma kelas ekonomi", jawab saya lagi.
Mereka terlihat semakin terkagum-kagum (atau kasihan?), dan salah
seorang dari mereka memuji. "Its very impressive, you guys Singaporean
are really-really hard workers" "I'm not Singaporean, I'm Indonesian
working in Singapore " jawab saya dengan bangga.
Agaknya, hari itu saya menjadi cukup terkenal di kalangan kolega dari
Jerman, hanya karena terbang selama 36 jam dari Singapore 12 jam
sebelumnya dan masih bisa secara aktif mengikuti workshop tersebut.
Saya tahu kalau saya menjadi pembicaraan mereka , karena sewaktu makan
malam, kolega dari jerman lainnya - yang saya tidak pernah ceritakan
mengenai perjalanan saya dari Singapore bertanya pada saya tips and
trick supaya bisa tetap segar setelah menempuh perjalanan begitu lama
(ini
berarti dia mendapatkan cerita saya dari kolega jerman lainnya).

Saya bingung jawabnya. Ingin sekali saya menjawab:
"Berlatihlah dengan naik kereta api super ekonomi dari Jakarta ke
Surabaya di saat-saat mendekati hari lebaran.
Kalau Anda terbiasa dengan alat transportasi ini- di mana tidak hanya
species
"Homo Sapiens" yang bisa menjadi penumpangnya , dan di tambah lagi
waktu
tempuhnya yang
lama sekali karena hampir di setiap setasion harus berhenti, maka Anda
akan
bisa menaklukkan semua alat transportasi terbang apapun yang di muka
bumi ini".

Namun, saya urungkan memberi jawaban di atas, karena saya khawatir dia
tidak akan mengerti atas apa yang saya jelaskan, dan saya yakin mereka
tidak bisa "survive" dengan alat transportasi ini, yang fasilitasnya
tentu jauh dari kelas Bisnis pesawat terbang (Note: kolega saya dari
jerman, otomatis mendapat fasilitas kelas bisnis di pesawat apabila
waktu tempuhnya lebih dari 10 jam).

Seminggu, setelah saya pulang dari Workshop di Brazil, entah karena
terkagum-kagum dengan "kemampuan hidup susah" (dari sudut pandang
mereka) yang saya miliki, atau karena alasan lainnya, kolega saya dari
Jerman yang saya temui di Brazil , menghubungi atasan saya yang
intinya
meminta saya untuk ditugaskan ke Jerman, membantu project yang saat ini
sedang berjalan di sana.
Alhasil, bulan September ? November saya akan bergabung dengan
kolega-kolega di Jerman menyelesaikan project di sana. Cukup
membanggakan, karena, kata boss saya, ini kali pertama "Kantor Pusat"
meminta bantuan dari kantor cabang untuk mensupport project yang sedang
mereka kerjakan di kantor pusat.

Jadi setelah membaca tulisan ini, saya harap pembaca sekalian punya
alasan semakin bangga menjadi orang Indonesia .

Kalau anda lagi di luar negeri dan ditanya "Anda dari mana?"

Jawablah dengan bangga:

Ya, Saya dari Indonesia ,
Negara yang lagi susah,
Saya juga hidupnya susah
Tapi saya bisa "survive", Dan saya bangga karenanya!!!
Any Problem???

Saturday, August 05, 2006

Sepenggal curahan untuk Palestina dan Libanon.




Sepenggal curahan untuk Palestina dan Libanon.

Hari ini, kita hanya bisa membisu melihat kekekejian biadab zionis Israel !!!
Hari ini, kita hanya terpaku melihat berita dan kabar media massa !!!!
Masihkah ada nurani kepedulian bagi mereka !!!!
Mereka yang teraniaya adalah saudara-saudara kita !!!!
Mereka teraniaya demi menegakkan dan mempertahkan harga diri !!
Bahwa Allah adalah Tuhannya yang Satu !!!!
Lihatlah Allah akan menjadi saksi !!!
Dengan balasan Syurganya yang Abadi….

Semoga Engkau Ya Allah….
Memberikan Kekuatan dan ketabahan kepada mereka
Memberikan kemenangan dan kejayaan kepada mereka
Memberikan semangat yang tak pernah surut dalam jiwa-jiwa perkasa
Memberikan keyakinan yang tak goyah
Memberikan keyakinan yang tak kan terbeli dengan harga dunia

Wahai Jiwa-jiwa yang dirindukan syurga …

Mujahidin yang gagah berani
Sambutlah bau wanginya…
Sambutlah bidadari yang telah menanti dengan senyum kebahagiaan
Semoga kelak dapat kau lihat wajah Rabbmu dengan penuh kenikmatan
Semoga pertolongan Allah Yang Maha Perkasa segera menghampiri
Semoga dapat kau jumpai dua kemenangan yang mulia
Menang dengan Izzah atau Syahid sebagai pejuang berani
Allahu Akbar … !!!!
Doa kami terirning dari lisan yang hanya bisa berharap
Berharap Allah Yang Agung dan Perkasa mendengar dan Mengabulkan..

Wahai Kaum Zionis…

Yahudi La’natullah ‘Alaih…
Tunggulah masa kehancuran…
Sebagaimana Allah hancurkan dalam medan khaibar
Sebagaimana Allah akan turunkan pasukannya…
Sebagaimana Pasukan dalam barisan Perang Badar…
Sebagaimana akan luluh lantak dengan peluru dan batu ….
Sambutlah kehancuran yang tak kan kau elakkan
Sambutlah roket keberanian Mujahidin Libanon dan Palestina
Sambutlah tempatmu dineraka yang abadi…

Yaa.. Allah…
Kami menengadahkan hati dan diri ini,
Semoga sedikit yang kami lakukan ini
Menjadi saksi bahwa kami adalah bagian dari mereka
Bagian dari kaum Muslimin yang kini terluka dan berduka
Hingga kami berharap Kau berikan jalan dan kemenangan
Hingga Kau berikan kami kesempatan untuk turut berjuang
Berjuang dalam barisan mujahidin yang dirindukan syurga…

Sabtu, 10.42 AM.
Azzamnet. Rudi.

Thursday, July 06, 2006

Bencana Alam vs Bencana Buatan

Tulisan ini dipublikasikan di harian "Kedaulatan Rakyat",
Yogyakarta, 30 Juni 2006
---------------------------------------
GEMPA besar seperti yang menggoyang Yogya 27/5/2006 adalah
bencana alam yang tidak bisa dicegah dan tidak bisa
diprediksi saat terjadinya. Letusan Gunung Merapi dengan
luncuran awan panas, lahar dan lava pijarnya adalah
bencana alam yang tidak bisa dicegah namun bisa diprediksi
saat terjadinya, karena sebelumnya sudah memberi sejumlah
tanda-tanda. Untuk kedua jenis bencana yang tidak bisa
dicegah ini, manusia hanya bisa membuat perencanaan ruang
dan konstruksi yang siap menghadapinya. Mereka akan
mendirikan bangunan yang tahan gempa, atau permukiman di
zona yang tidak akan terkena awan panas dan lahar.

Namun banjir besar di Sinjai Sulawesi Selatan yang terjadi
kemudian adalah jenis bencana ketiga, yang mestinya dapat
dicegah dan diprediksi. Bencana banjir lebih tepat disebut
'bencana buatan' - bukan bencana alam. Quran mengatakan:
Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan
perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada
mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar
mereka kembali (ke jalan yang benar). (Qs 30 - Ar Ruum
:41)

Banjir terjadi ketika neraca air permukaan positif. Neraca
air ditentukan empat variabel: curah hujan di suatu
tempat, air limpahan masuk dari sekitar, air yang diserap
tanah dan air yang dapat dibuang atau dilimpahkan keluar.
Dari empat variabel tadi, tiga di antaranya dipengaruhi
atau bisa diintervensi oleh aktivitas manusia. Hanya curah
hujan yang tidak ditentukan oleh manusia. Manusia hanya
bisa menyelidiki curah hujan maksimum di suatu daerah dari
catatan stasiun cuaca dalam jangka panjang, seperti yang
ada pada Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG).

Air yang terserap tanah tergantung jenis tanah dan
vegetasi di atasnya. Makin banyak vegetasi, makin tinggi
daya serapnya. Menggunduli hutan, mengeringkan rawa-rawa
atau mengubah fungsinya secara drastis berarti
merencanakan bencana. Demikian juga limpahan air masuk dan
keluar, dapat diintervensi manusia dengan tanggul, kanal,
dan pompa air.

Tak heran, curah hujan sebesar apapun pada daerah yang
bahkan lebih rendah dari permukaan lautpun - bisa jadi
tidak mengakibatkan banjir, selama manusia sudah dapat
mengelola neraca air dengan seksama. Amsterdam contohnya,
kota ini rata-rata terletak tujuh meter di bawah muka
laut. Namun teknik hidrologi Belanda membuktikan, dengan
suatu jaringan kanal kota yang rapi, sistem pompa yang
efisien serta tanggul laut yang perkasa, beberapa dekade
terakhir kota besar ini tidak pernah kebanjiran lagi.

Di Jakarta, meski Ancol terletak di tepi laut, namun Ancol
tidak pernah kebanjiran, padahal banyak lokasi lain di
Jakarta yang lebih tinggi dari Ancol justru biasa
tergenang. Dengan demikian, banjir pasti bisa dicegah,
asal kita memiliki tiga pilar pencegahnya.

Pilar pertama adalah kesadaran warga untuk menjaga
lingkungan. Di 'zaman edan' ini, Alhamdulillah tetap saja
ada warga yang sadar, bahwa membuang sampah di sungai atau
menjarah hutan itu berbahaya. Bahkan ada orang yang rela
menghabiskan umurnya untuk terus menanam pohon. Rasulullah
memuji seseorang yang terus menanam pohon, sekalipun orang
itu tahu sorenya hari kiamat akan tiba. Orang itu merawat
lingkungan tanpa memandang hasil, namun sebagai
manifestasi ibadahnya.

Pilar kedua adalah kontrol sosial dari budaya masyarakat
yang menghargai lingkungan, walau kadang dikaitkan mitos
tertentu. Inilah 'kearifan lokal', yang meski tidak ilmiah
namun efektif menjaga mereka dari bencana. Namun di suatu
masyarakat, tidak semua warga dapat diharapkan sadar
lingkungan atau punya malu ketika menyimpang dari budaya
yang ada. Untuk itulah diperlukan pilar ketiga, yaitu
peran pemerintah. Pemerintah harus melakukan rekayasa
sosial dan fisik, agar lingkungan terjaga.

Pemerintah bisa membuat aturan yang memberi insentif pada
daerah yang meningkat kualitas lingkungannya - misalnya
dengan Dana Alokasi Khusus, pengurangan pajak, atau
subsidi warga (pendidikan, kesehatan, BBM, infrastruktur).
Pemerintah juga wajib mengurangi beban utang negara, agar
sumber alam ini tak lalu 'digadaikan' untuk membayar utang
berikut bunganya.

Pemerintah dapat menstimulasi gerakan cinta lingkungan
dengan promosi yang gencar di media massa, melibatkan
tokoh dan selebritis, juga memasukkannya dalam kurikulum.
Gaya hidup materialistis, yang mendorong orang lebih
banyak menjarah alam, harus dikikis habis. Agar lebih joss
lagi, gerakan ini perlu diberi landasan spiritualnya, agar
merawat lingkungan dirasakan sebagai aktivitas syar'i yang
transendental.

Pemerintah dapat mewajibkan agar pada setiap proyek (real
estat, lapangan golf, reklamasi pantai), dilakukan
simulasi uji dampak lingkungan. Pemerintah bisa menghukum
berat para penjahat lingkungan, penjarah hutan, penumpah
limbah sembarangan, termasuk juga para pejabat yang secara
sembrana memberi izin atau tutup mata pada para kapitalis
bejat seperti itu.

Tanpa pilar-pilar ini, bencana alam ..ups.. 'bencana
buatan' akan terus menghantui kita. Maka apakah
orang-orang pembuat kerusakan itu, merasa aman dari
ditenggelamkannya bumi oleh Allah bersama mereka, atau
datangnya azab kepada mereka dari tempat yang tidak mereka
sadari ?, (Qs. 16 - an Nahl:45)

Thursday, June 29, 2006

Bencana Alam di Indonesia


Pilu rasa…
Disaat negri ini harus membenahi kondisi ekonomi dan permasalahan pelik yang amat rumit terjadi. Permasalahan yang bukan hanya terletak pada satu sudut masalah melainkan masalah yang saling terkait satu sama lain. Hingga mengakibatkan krisis multidimensional yang membuat Indonesia hampir menjadi negara yang hancur. Terlepas dari kepemimpinan yang salah dalam membawa negri ini, kita mesti banyak berbuat dan memberikan sumbangsih sesuai kemampuan yang kita bisa.
Saat ini, negara kita tercinta, Indonesia mengalami berbagai terpaan berupa bencana alam. Ada segelintir ucapan masyarakat memberikan celoteh “SBY tidak diterima oleh alam, banyak bencana setelah dia menjadi Presiden”. Namun sungguh celotehan yang perlu diteliti karena sesungguhnya bencana yang terjadi bukan hanya disebabkan oleh segelintir orang.
Banyak hal yang bisa dilihat untuk membuktikan kenapa bencana alam datang silih berganti menimpa Indonesia. Kita harus berubah, bergerak, berbuat, dan berkarya… berubah bukan berarti merombak total dan menghancurkan, berubah adalah berbenah, merapihkan apa yang belum baik dan tidak baik harus diubah. Sedangkan yang sudah baik tidak harus diubah hanya sekedar ditingkatkan kebaikannya dipertinggi kualitasnya dan lain halnya yang berkaitan dengan peningkatan kebaikan.
Semoga dengan berbagai bencana alam yang terjadi dibumi Indonesia ini, kita semakin dapat mengerti akan hakikat kehidupan yang sementara. Kesemuanya mengarah pada satu titik yang pastinya akan membawa kita menghadap-Nya. Kita hanya menunggu giliran, menunggu waktu, tinggal saja apakah kita telah siap dengan apa yang kelak akan terjadi yang telah ditentukan oleh Dia Yang Maha Menentukan.

Saturday, June 24, 2006

Jika Hanya Satu Tujuanmu



Ibnul Qoyyim pernah berkata dalam sebuah kalimat singkat :
“Jika hanya Allah yang kamu tuju, maka kemuliaan akan datang dan mendekat kepadamu, serta segala keutamaan akan menghampirimu. Kemuliaan sifatnya mengikut. Artinya, jika kamu menuju Allah, kemuliaan akan mengikutimu. Tapi jika kamu hanya mencari kemuliaan, Allah akan meninggalkanmu. Jika kamu telah menuju Allah kemudian tergoda utuk mencari kemuliaan lain bersama Allah, maka allah dan kemuliaan-Nya akan pergi meninggalkanmu”. Maka tinggal kita yang menilai dan menginginkan, apakah kemuliaan ataukah Allah Yang Maha Mulia.

Thursday, June 22, 2006

Generasi Baru


pada generasi baru yang bergerak dengan cara yang berbeda.
Padahal kepada mereka, Albert Einstein pernah menyatakan, “the measure
of intelligence is the ability to change” (ukuran kecerdasan Anda adalah kemampuan Anda untuk berubah, menerima kenyataan baru).

Sulit dibayangkan dewasa ini masih ada banyak orang yang hidup di jaman
kemarin dan dibiarkan terus mengepalai kegiatan untuk membawa organisasi
ke masa lalu, tetapi semua ini juga terjadi karena organisasi dibiarkan
dikuasai oleh kalangan “pedalaman” yang sepanjang hari menghabiskan
waktunya di dalam kantor tanpa berinteraksi dengan dunia luar sama sekali.